Berita-berita unik - Para ilustrator menggambarkan batasan-batasan yang mereka alami sebagai perempuan. "Ada milyaran perempuan di dunia ini dengan kisah dan aspirasinya masing-masing, kenapa mesti disumpal ke dalam kotak-kotak dan dibandingkan dengan barang?"
Kami memberikan pertanyaan kepada beberapa ilustrator perempuan: "Sebagai perempuan, apa yang membatasimu?" dan meminta mereka menjawab pertanyaan dengan ilustrasi.
Ilustrator Alnurul Gheulia menjelaskan bahwa batasan dalam hidupnya seringkali diciptakan oleh orang-orang terdekat yang disayanginya.
"Aku rasa, orang tua tidak pernah perlu membebani anaknya dengan harapan mereka. Tidak hanya mereka yang akan terluka dengan kecewa, juga anak akan merasa terbatasi pilihan," kata Alnurul.
Di Instagram, ilustrasi ini mendapatkan beragam tanggapan. Banyak pembaca yang juga mengalami pengalaman serupa.
"Dibatasi saja sepertinya tidak cukup untuk saya. Karena saya juga dikekang, dan tidak didengarkan, apalagi diberikan pilihan. Sampai saat ini, saya tidak pernah merasakan euforia bahagia mendapatkan apa yang saya cita-citakan," kata salah satu pembaca.
Tak hanya dari sudut pandang anak, orang tua pun turut menjelaskan sudut pandangnya.
"Itulah kenapa saya sebagai orang tua tidak mau menjadi beban buat anak. Harapan saya, saat mereka dewasa, mereka bahagia. Bukan mereka menjadi kaya, punya uang banyak untuk beli ini itu. Saya hanya ingin mereka bahagia dengan jalan hidup mereka, dengan keputusan mereka," kata pemilik akun @den.de.li.on.
Ilustrator Alodia Yap menjawab bahwa penghalangnya adalah pikirannya sendiri.
"Awalnya aku mengira bahwa penghalangku sebagai perempuan adalah segala stereotip yang ada di masyarakat, apalagi gambarku tentang perempuan, telanjang, kadang menggambar di tembok dan di jalan," kata Alodia.
Karena sering merasa khawatir, dia membatasi diri dengan pertanyaan dan kegelisahan. Namun setelah melihat lebih dalam, dia menyadari bahwa penghalang terbesarnya adalah dirinya sendiri yang merasa tak mampu.
Untuk ilustrator Annisa RIzkiana, yang membatasinya sebagai perempuan adalah "kepercayaan yang mengatakan bahwa aku tidak bisa".
"Sebagai perempuan yang memiliki kemelekatan peran-peran sosial, serta bekerja pada ranah seni, kedua orang tuaku awalnya merasa canggung saat aku memutuskan untuk serius menggambar. Ada ketidakrelaan dan harapan-harapan lain agar aku bisa menekuni bidang yang lain," kata ilustrator yang dikenal dengan nama Autonica ini.
Ilustrator Nita Darsono menjawab bahwa perempuan sering kali kita dihadapkan dengan pilihan kodrati yang salah kaprah, misalnya harus memilih menjadi ibu rumah tangga atau bekerja.
"Apapun yang jawabannya nanti, kita masih harus berhadapan dengan ekspektasi normatif. Yang dianggap "sudah semestinya" di mata masyarakat. Jika tidak, kita akan dihakimi dan dianggap bukan seorang perempuan seutuhnya," kata Nita yang dikenal dengan nama Nitchii di media sosial.
Ilustrasi Nitchii dan diskusi yang muncul akibat gambarnya.
Nadiyah Rizky, ilustrator muda, merasa kesal sering dibandingkan dengan barang; disamakan dengan permen yang dikerubuti semut atau dijadikan ikan asin yang menarik kucing.
"Analogi itu sering digunakan untuk menggurui, sering juga dijadikan bahan lelucon yang sebetulnya sudah basi. Ada milyaran perempuan di dunia ini dengan kisah dan aspirasinya masing-masing, kenapa mesti disumpal ke dalam kotak-kotak dan dibandingkan dengan barang?" kata Nadiyah.
Mengatasi batasan
Para ilustrator juga menjelaskan bagaimana mereka berusaha mengatasi batasan-batasan itu.
"Mari kita saling membebaskan dan menguatkan dengan saling percaya. Percaya bahwa dengan hati dan pikiran yang baik, perempuan juga bisa menjadi apapun," kata Nita Darsono.
Menurut Alnurul, pada akhirnya, perempuanlah yang dapat menentukan nasibnya sendiri. "Dan mereka (orang tua) punya pilihan untuk membiarkan kita memilih. Sebagai anak, khususnya perempuan, semoga kita selalu menyadari itu," kata Alnurul.
Di dalam ilustrasinya, Nadiyah menuliskan bahwa sebagai perempuan, dia "hanya meminta untuk diperlakukan layaknya manusia, yang memiliki kekurangan, serta kemampuan menarasikan ceritanya sendiri".
0 Comments
Post a Comment